Podsakoff dan MacKenzie mengemukakan bahwa OCB
merupakan konsep yang penting karena memberikan keuntungan pada organisasi. OCB
berkontribusi langsung pada performa organisasi, yaitu dengan membuat
organisasi menjadi tempat yang menarik untuk bekerja dengan rekan kerja. Hal
ini dikarenakan setiap karyawan berusaha untuk memperlakukan rekan kerjanya
dengan ramah dan penuh pertimbangan (Teresia & Suyasa, 2008).
Pada suatu penelitian, Podsakoff mengemukakan bahwa
terdapat korelasi positif antara OCB dan produktivitas organisasi. OCB
meningkatkan keefektifan organisasi melalui peningkatan performa kerja karyawan
dari segi kuantitas maupun kualitas. Selain
itu, keefektifan organisasi juga dipengaruhi oleh kemampuan organisasi untuk
memperoleh respon altruistic dari karyawan. Menurut Cherrington (1994),
karyawan yang saling membantu akan membuat pekerjaan menjadi lebih efisien dan
tingkat moral menjadi lebih baik dalam organisasi (Teresia & Suyasa, 2008).
Menurut Dyne, Graham, dan Dienesch (1994) OCB
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti sikap kerja yang positif, cynicism, nilai-nilai di tempat kerja,
jabatan pekerjaan, dan lamanya bekerja. Granovetter juga menyatakan bahwa
karyawan yang bekerja untuk jangka waktu yang panjang lebih memiliki hubungan
yang dekat dan ikatan kuat dengan organisasi. Selain itu, karyawan memiliki
kepercayaan diri dan kompetensi dalam kinerjanya, serta menunjukan perasaan dan
perilaku positif terhadap organisasi (Teresia & Suyasa, 2008).
Pengertian OCB
Menurut Sweeney & McFarlin (2002) Organizational Citizenship Behavior
(OCB) adalah perilaku sukarela dan perilaku melebihi tuntutan tugas yang
berkontribusi terhadap kesuksean organisasi. Skarlicki dan Latham (1996)
mengemukakan bahwa OCB mengacu pada kontibusi yang berkaitan dengan organisasi,
tetapi tidak secara eksplisit diwajibkan dan tidak diberi penghargaan oleh
organisasi walaupun berkontribusi terhadap efektivitas fungsi organisasi.
Sedangkan DuBrin (2000) mengemukakan bahwa OCB adalah perilaku di mana karyawan
bekerja untuk kebaikan organisasi, walaupun tanpa penghargaan khusus yang
dijanjikan (Teresia & Suyasa, 2008).
Faktor-faktor yang Memengaruhi OCB
Menurut Dyne, Graham, dan Dienesch (1994) OCB
dipengaruhi oleh enam faktor, seperti sikap kerja yang positif, cynicism, nilai-nilai di tempat kerja,
karakteristik pekerjaan, jabaran pekerjaan, dan lama bekerja.
1.
Sikap kerja yang
positif
Sikap kerja yang positif berupa rendahnya absensi
dan tingkat turnover karyawan dalam
organisasi. Menurut Greenberg (1996) sikap kerja positif tersebut dimiliki
karywan karena karyawan merasa puas dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja
menyebabkan karyawan ingin bekerja dama dan berkontriusi terhadap organisasi. Sedangkan
Dyne, Graham, dan Dienesch (1994) mengatakan bahwa jika karyawan merasa puas
saat bekerja, maka mereka akan memberikan balasan kepada organisasi berupa
kelekatan dengan organisasi dan berperilaku sebagai anggota organisasi yang
baik (Teresia & Suyasa, 2008).
2.
Cynicism
Karyawan yang sinis, tidak mempercayai motif orang
lain, dan tidak melibatkan diri dalam suatu hubungan yang terbuka cenderung
menilai hubungan di tempat kerja berdasarkan keuntungan pribadi yang
didapatnya. Akibatnya, karyawan tersebut akan seminimal mungkin melakukan OCB (Teresia
& Suyasa, 2008).
3.
Nilai-nilai di
tempat kerja
Nilai-nilai yang sesuai dengan norma sosial dan
tidak kontroversial akan mudah diserap dan mengarah pada hubungan dekat, afek
positif, dan kelekatan. Argyris (dikutip oleh Dyne, Graham, dan Dienesch, 1994)
menjabarkan hubungan saling menguntungkan antara karyawan dan organisasi ketika
nilai-nilai organisasi menghargai karyawan dan kebutuhannya. Apabila anggota
organisasi mempersepsikan nilai-nilai sebagai bagian penting dari budaya
organisasi, maka mereka akan merasa terikat dengan organisasi dan berperilaku
OCB. Bentuk OCB tersebut adalah civic
virtue, yaitu karyawan akan berpartisipasi terhadap kelangsungan kinerja
organisasi (Teresia & Suyasa, 2008).
4.
Karakteristik
pekerjaan
Karakteristik pekerjaan yang menimbulkan motivasi
(seperti pekerjaan yang bermakna, otonomi, dan umpan balik) akan memperbesar
kemungkinan timbulnya motivasi internal. Salancik (dikutip oleh Dyne, Graham,
dan Dienesch, 1994) mengemukakan bahwa karakteristik khusus pekerjaan tersebut dapat
meningkatkan rasa tanggung jawab dan kelekatan dengan organisasi (Teresia &
Suyasa, 2008).
5.
Jabatan karyawan
Karyawan dengan jabatan tinggi pada umumnya memiliki
komitmen organisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan dengan
jabatan rendah. Hrebiniak (dikutip oleh Dyne, Graham, dan Dienesch, 1994)
mengemukakan bahwa jabatan yang tinggi diasosiasikan dengan otonimi, peluang
berinteraksi, dan pengambilan keputusan yang meningkatkan kelekatan dengan
organisasi. Karyawan dengan jabatan tinggi akan merasakan tekanan sosil untuk
memiliki kelekatan dengan organisasi (Teresia & Suyasa, 2008).
6.
Lama bekerja
Granovetter (dikutip oleh Dyne, Graham, dan
Dienesch, 1994) menyatakan bahwa karyawan yang bekerja untuk jangka waktu yang
panjang lebih memiliki hubungan dekat dan ikatan kuat dengan oeganisasi.
Karyawan juga memiliki kepercayaan diri dan kompetensi dalam kinerjanya, serta
menunjukkan perasaan dan perilaku positif terhadap organisasi. Apabila lama
bekerja didasarkan pada pilihan positif karyawan, maka hal ini akan
meningkatkan ikatan afektif dengan organisasi. Oleh karena itu, karyawan
tersebut akan memiliki affective
commitment yang kuat dan menyebabkan OCB (Teresia & Suyasa, 2008).
Lima Bentuk
OCB
1.
Altruism
Menurut Baron & Byrne (2004), altruism merupakan perilaku yang
merefleksikan kepedulian yang tidak egois terhadap kesejahteraan orang lain.
Sedangkan menurut Yen & Niehoff (2002) altruism
adalah perilaku membantu rekan kerja individual dalam tugasnya. Menurut Aldag
(1997) perilaku altruism meliputi
membantu rekan kerja yang mendapat tugas tambahan dan membantu karyawan baru
beradaptasi walaupun tidak disuruh (Teresia & Suyasa, 2008).
2.
Conscientiousness
Conscientiousness adalah perilaku melebihi tuntutan tugas yang
dilakukan dengan baik. Hal ini meliputi taat dengan kebijakan organisasi dan
mempertahankan jadwal kerja yang teratur. Bentuk perilakunya antara lain tiba
lebih awal sebelum pergantian shift,
tepat waktu setiap hari, dan datang lebih awal apabila dibutuhkan. Menurut
Aldag (1997) perilaku lain dari conscientiousness
adalah tidak membuang waktu dengan pembicaraan pribadi di telepon dan tidak
membicarakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan(Teresia &
Suyasa, 2008).
3.
Civic Virtue
Menurut Greenberg & Baron (2000), civic vitue adalah perilaku
berprtisipasi dan menunjukkan kepedulian terhadap kelangsungan hidup
organisasi. Menurut Yen & Niehoff (2002) bentuk perilakunya meliputi
berpartisipasi dalam pertemuan atau rapat, mengemukakan ide-ide yang
meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, dan aktif dalam setiap acara
organisasi (Teresia & Suyasa, 2008).
4.
Sportmanship
Menurut Aldag (1997) sportsmanship adalah perilaku mentolerir keadaan yang kurang ideal
tanpa mengeluh dan menahan diri agar tidak mengeluh. Bentuk perilakunya antara
lain tidak menyalahkan organisasi, tidak mengeluh, dan tidak membesar-besarkan
masalah (Teresia & Suyasa, 2008).
5.
Courtesy
Menurut Greenberg & Baron (2000) courtesy merupakan perilaku bersikap
sopan dan sesuai aturan, sehingga mencegah timbulnya konflik interpersonal.
Bentuk perilakunya antara lain menjadi seseorang yang pengertian dan berempati,
bahkan ketika ia diprovokasi (Teresia & Suyasa, 2008).
Sumber Bacaan :
Teresia, Natalia &
Tommy Y.S. Suyasa. (2008). Komitmen Organisasi dan Organizational Citizenship Behavior pada Karyawan Call Centre di PT. X. [Online].
Dalam Jurnal Phronesis, Vol. 10, No.
2, Hlm 154-169. Diunduh dari www.researchgate.net (Diakses pada Jumat, 8 Januari 2016)
No comments:
Post a Comment